''Alhamdulillah, mereka dekat sama saya,” ujarnya. “Mereka” yang dimaksud Vera adalah para muallafah, alias para perempuan yang memutuskan masuk Islam atas kesadaran sendiri. “Saya sudah seperti orang tua mereka.”
Menurut Vera, perjuangan anak-anaknya itu untuk masuk Islam bukanlah hal yang gampang. Umumnya, setelah bersyahadat, mereka dijauhi keluarganya, bahkan “dibuang”. “Jadilah, saya penggantinya,'' ungkap Vera kepada Republika di sela-sela pengukuhan pengurus DPW PITI DKI Jakarta di Jakarta Ahad (9/11).
Sebagai orang tua, tentu saja, wanita yang memiliki nama asli Goey Kiok Lan ini tak sekadar menjadi pendamping rohani bagi para muallafah yang baru memasuki agama Islam. Vera juga sering menjadi tempat curhat bahkan "mak comblang" bagi putri-putrinya tersebut. "Desember 2008 mendatang, jadwal saya sudah padat untuk mendampingi mereka menikah," katanya, tersenyum.
Perjalanan keimanan Vera tidaklah mulus. Ia bersyahadat tahun 1986. Ia enggan menceritakan detilnya, namun intinya, banyak tantangan ketika seseorang, apalagi Tionghoa, memutuskan untuk menjadi mualaf. “Saya sembunyi-sembunyi dari keluarga ketika memutuskan menjadi seorang Muslim,” kenang Vera.
Berdasar pengalaman pribadinya itu, ia lebih gampang memahami perasaan anak-anak asuhnya. “Sangat berat ketika kita harus berhadapan dengan keluarga, berhadapan dengan lingkungan kita. Ada pertarungan batin,” ujarnya.
Karenanya, sebagai orang yang pernah mengalami, tugasnya adalah menjadi pendamping. “ Muallaf-muallaf yang sudah lama mem-backing-i mereka yang baru. Minimal, menjadi teman curhat,” ujarnya.
Ia sendiri banyak mendapatkan pengalaman karena mendampingi sang suami. Kalau dia perempuan, katanya, masalahnya lebih kompleks lagi, lebih berat lagi. ''Karena yang perempuan ini berat untuk berbenturan dengan keluarga, sehingga dia 'bergerilya' masuk Islamnya,” jelas perempuan yang kini aktif di Kelompok Pengajian Mustika ini.
Salah satu nasihat yang sering diberikan pada anak-anaknya adalah: perbanyaklah berdzikir. Nasihat itu dulu sering diucapkan suaminya ketika hatinya tengah gulana memikirkan penolakan keluarganya. Meski orang tuanya tinggal di luar negeri yang berpandangan liberal, namun kabar sang anak yang membelot masuk Islam tetap saja membuat kalang kabut keluarganya.
Ketika masuk Islam, Vera sudah punya anak. Bahkan anak sulungnya, almarhum Adrian Amar yang selalu mendorongnya untuk segera memeluk Islam. ''Mama, masuklah Islam. Nanti mama sendirian,” ia menirukan omongan almarhum anaknya.
Sang suami memang sudah berislam. Sang anak mengikuti agama papanya. ''Terus terang, ini cita-cita anak saya, agar saya bisa aktif berjuang bersama papanya membela Islam. Kata dia suatu hari, Islam harus berjaya di Indonesia,” tambahnya.
Yang paling shock mendengar kabar ia berpindah agama adalah sang mama. Tak puas berdialog melalui telepon, mamanya memutuskan untuk datang ke Jakarta menemuinya. "Saya deg-degan. ''Apa ini? Saya harus bagaimana ini? Saya tahu ibu saya sifatnya keras," ia kembali mengenang.
Hari-hari menjelang kedatangan sang mama, ia lebih kencang berdzikir. Ketika akhirnya bertemu, Vera mengaku pertolongan Allah SWT datang. ''Sepanjang pertemuan saya zikir. Ibu saya lembut sekali ngomong-nya. Juga ketika saya bilang, 'Mami boleh minta apa saja sama saya. Cuma satu permintaan saya, jangan suruh saya pindah ke agama lama'.''
Ia sangat lega hati ketika suatu hari sang mama mengomentari agama barunya. "Pilihan kamu tidak salah," ia menirukan ungkapan wanita yang melahirkannya itu.
Ketika pertama kali dia ber-Ramadhan bersama keluarga, sang mama hadir menyaksikan. “Anak saya bilang, 'Oma sama Opa lihat kami Tarawih', lalu saya meminta maaf atas nama keluarga. Dia bilang, 'Oma maafin mama saya, ikhlaskan anak Oma masuk Islam'.''
Lalu, inilah hal yang tak diduganya. Pertama kalinya Vera menyaksikan sang mama menangis. “Oma ikhlas mama kamu masuk Islam,” ujar wanita itu kemudian. Kini giliran Vera bersimbah air mata.
sumber :mualaf.com
0 Response to "Hj Vera Pangka, Ibunya Para Muallaf"
Post a Comment